Komisi Pengawas Persaingan Usaha
a) Peranan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Lembaga yang akan menjadi penjaga untuk tegaknya peraturan persaingan
merupakan syarat mutlak agar peraturan persaingan dapat lebih operasional.
Pemberian kewenangan khusus kepada suatu komisi untuk melaksanakan suatu
peraturan di bidang persaingan merupakan hal yang lazim dilakukan oleh
kebanyakan Negara. Di Indonesia penegakan hukum persaingan diserahkan kepada
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha, disamping kepolisian, kejaksaan, dan
peradilan. Penegakan pelanggaran hukum persaingan harus dilakukan terlebih
dahulu dalam dan melaui KPPU. Setelah itu tugas dapat diserahkan kepada
penyidik kepolisian, kemudian di lanjutkan ke pengadilan, jika pelaku usaha
tidak bersedia menjalankan putusan yang telah dijatuhkan KPPU. (Rachmadi Usman,
2004:97)
Hukum persaingan usaha memerlukan
orang-orang spesialis yang memiliki latar belakang dan atau mengerti betul
seluk beluk bisnis dalam rangka menjaga mekanisme pasar karena berhubungan erat
dengan ekonomi dan bisnis. (Ayudha D Prayoga 2000:126)
Dikatakan Pasal 30 ayat (1)
Undang-undang nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa “ untuk mengawasi pelaksanaan
undang-undang in dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya
disebut Komisi”. Kemudian dalam pasal 34 ayat (1) dinyatakan “pembentukan
komisi serta sususan organisasi, tugas, dan fungsinya ditetapkan dengan
Keputusan Presiden”. Maka sebagai tindak lanjut lahirlah Keputusan Presiden
Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Sudah sewajarnya Komisi Pengawas
persaingan Usaha yang merupakan state auxiliary yang dibentuk pemerintah
haruslah bersifat independent, terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah
serta pihak lain dalam mengawasi pelaku usaha; dalam hal ini memastikan pelaku
usaha menjalankan kegiatannya dengan tidak melakukan praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat. Status KPPU ini telah diatur dalam pasal 30 ayat
(2) Undang-undang no 5 Tahun 1999 yang kemudian diulang pada pasal 1 ayat (2) Keputusan
presiden nomor 75 tahun 1999.
KPPU sebagai lembaga negara
komplementer memiliki tugas yang kompleks dalam mengawasi praktek persaingan
usaha tidak sehat oleh para pelaku usaha. Hal ini disebabkan semakin massivenya
aktifitas bisnis dalam berbagai bidang dengan modifikasi strateginya dalam
memenangkan persaingan antar kompetitor, disinilah KPPU memerankan perannya
sebagai watch dog, market survelienence agar tidak terjadi persaingan
yang tidak sehat. Perkembangan dan peningkatan aktifitas pelaku usaha di
Indonedia yang didominasi oleh segelintir orang yang berkuasa telah menimbulkan
social, economic gap antara pengusaha kecil dan menengah ( www.solusihukum.com
)
Status dan keanggotaan Komisi
diatur dalam pasal 1 angka 18, 30, dan pasal 31 UU No 5 Tahun 1999 Anggota
Komisi Pengawas Persaingan Usaha minimum berjumlah 9 (sembilan) orang, termasuk
ketua dan wakil ketua yang merangkap sebagai anggota seperti yang diatur dalam
pasal 31 ayat (1) Undang-undang nomor 5 tahun 1999.
Walaupun bertanggung jawab kepada
presiden, pengisian anggota KPPU tidak semata- mata ditangan presiden,
melainkan juga melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat.
b) Tugas Dan Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Sebagai salah satu institusi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan UU no
5 Tahun 1999 maka komisi ini bertanggung jawab dalam tahap awal pelaksanaan
Undag-undang. Keputusan –keputusan yang diambil oleh Komisi Pengawas dapat
dinaikbandingkan ke tingkat pengadilan yang lebih tinggi. Komisi ini memiliki
yurisdiksi yang luas dan memiliki empat tugas utama. Pertama , fungsi hukum,
sebagai satu-satunya institusi yang mengawasi implementasi pelaksanaan
Undang-undang ini, kedua fungsi administratif, karena komisi ini
bertanggungjawab mengadopsi dan mengimplementasikan peraturan-peraturan
pendukung, ketiga fungsi penengah, karena komisi ini menerima keluhan-keluhan
dari pihak swasta, melakukan investigasi independen, melakukan tanya jawab
dengan semua pihak yang terlibat, dan mengambil keputusan, dan keempat fungsi
polisi, karena komisi ini bertanggungjawab terhadap pelaksanaan keputusan yang
diambilnya. ( Pusat Study APEC, 2000)
Sebagaimana yang diperincikan
dalam pasal 35 dari Undang-undang nomor 5 athun 1999, KPPU mempunyai
tugas-tugas sebagai berikut:
1. Melakukan
penilaian terhadap kontrak-kontrak yang dapat menimbulkan praktek monopoli dan
atau persaingan curang.
2. Melakukan
penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat
menimbulkan praktek monopoli dan atau persaingan curang.
3. Melakukan
penilaian terhadap penyalahgunaan posisi dominan yang dapat menimbulkan praktek
monopoli dan persaingan curang
4. Mengambil
tindakan- tindakan yang sesuai dengan wewenang komisi persaingan sebagimana
diatur dalam Undang-undang anti monopoli
5. Memberikan
saran dan rekomendasi terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
praktek monopoli dan persaingan curang
6. Menyusun
pedoman dan publikasi yang berkaitan dengan undang-undang anti monopoli
7. Mengajukan
laporan berkala atas hasil kerja komisi pengawas kepada Presiden RI dan DPR
Yang menjadi wewenang dari komisi pengawas adalah sebagai berikut:
1. Menampung
laporan dari masysarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan telah
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan curang.
2. Melakukan
penelitian mengenai dugaan adanya kegiatan usaha atau tindakan pelaku usaha
yang sapat menimbulkan praktek monopoli dan atau persaingan curang.
3. Melakukan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan
atau persaingan curang yang didapat karena :
a) Laporan
Masyarakat
b) Laporan
Pelaku Usaha
c) Diketemukan
sendiri oleh Komisi Pengawas dari hasil penelitiannya.
4. Menimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang adanya suatu
praktek monopoli dan atau persaingan curang.
5. Melakukan
pemanggilan terhadap pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap Undang-Undang Anti Monopoli
6. Melakukan
pemanggilan dan menghadirkan saksi-saksi, saksi ahli, dan setiap orang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Anti Monopoli
7. Meminta
bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi-saksi, saksi ahli atau
pihak lainnya yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi pengawas.
8. Meminta
keterangan dari instansi pemerintaah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan
atau pemeriksaan terhadap pelaku usaah yang melanggar ketentuan dalam
Undang-Undang Anti Monopoli
9. Mendapatkan,
meneliti dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan atau pemeriksaan.
10. Memberikan
keputusan atau ketetapan tentang ada atau tidaknya kerugian bagi pelaku usaha
lain atau masyarakat.
11. Menginformasikan
putusan komisi kepada pelaku usaha yang di duga melakukan praktek monopoli dan
atau persaingan curang
12. Memberikan
sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan dalam Undang-undang Anti Monopoli.
Ketentuan
penjatuhan sanksi terhadap pelaku usaha yang melanggar Undang-undang ini
dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu: Sanksi administrasi, sanksi pidana pokok
dan pidaan tambahan. Penjatuhan sanksi administrasi dapat berupa penetapan
pembatalan perjanjian, penghentian integrasi vertikal sebagaimana diatur dalam
pasal 14, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan,
penetapan pembatalan atas apenggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan
usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah – rendahnya
Rp.1.000.000.000 (satu milyar rupiah ) atau setinggi-tingginya Rp.2 000.000.000
(dua milyar rupiah )
Ketentuan
pidana pokok dan tambahan dimungkinkan dalam Undang-uindang ini apabila pelaku
usaha melanggar pasal 14 (integrasi Vertikal), pasal 16 (perjanjian dengan luar
negeri yang menyebabkan praktek monopoli dan persaingn usaha tidak sehat),
pasal 17 (monopoli), pasal 18 (monoposoni), pasal 19 (penguasaan pasar), pasal
25 (posisi dominan) pasal 27 (pemilikan saham), pasal 28 (penggabungan,
peleburan dan pengambilalihan) dikenakan denda minimal Rp.25.000.000.000 (dua
puluh lima milyar rupiah ) dan setinggi-tingginya Rp.100.000.000.000 (seratus
milyar rupiah )
Sedangkan bagi pelaku usaha yang dianggap melakukan pelangaran berat juga
dikenakan pidana tambahan sesuai dengan pasal 10 KUHP berupa :
a. Pencabutan izin usaha
b. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran
Undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris
sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun
c. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian pada pihak lain.
c) Prosedur pemeriksaan perkara oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa keseluruhan prodsedur penanganan
perkara oleh komisi pengawas adalah sebagai berikut:
1. Laporan
kepada Komisi Pengawas
2. Pemeriksaan
Pendahuluan
3. Pemeriksaan
Lanjutan
4. Mendengar
keterangan Saksi dan atau Si Pelaku, dan memeriksa alat bukti lainnya
5. Menyerahkan
kepada Badan Penyidik dalam hal-hal Tertentu.
6. Memperpanjang
Pemeriksaan Lanjutan.
7. Memberikan
Keputusan kepada Pelaku Usaha
8. Memberikan Keputusan
Komisi
9. Pelaksanaan
Keputusan Komisi oleh Pelaku Usaha.
10. Pelaporan
pelaksanaan Keputusan Komisi oleh Pelaku Usaha kepada Komisi Pengawas.
11. Menyerahkan
kepada Badan Penyidik jika Putusan komisi tidak Dilaksanakan dan atau tidak
diajukan keberatannya oleh pihak Pelaku Usaha
12. Badan Penyidik
Melakukan Penyidik, dalam hal pasal 44 ayat (5)
13. Pelaku Usaha
mengajukan Keberatan kepada pengadilan Negeri terhadap Putusan Komisi Pengawas.
14. Pengadilan
Negeri Memeriksa Keberatan pelaku Usaha.
15. Pengadilan
Negeri Memberikan Putusan atas keberatan Pelaku Usaha.
16. Kasasi ke
Mahkanmah Agung atas putusan Pengadilan Negeri
17. Putusan
Mahkamah Agung
18. Permintaan
Penetapan Eksekusi kepada Pengadilan Negeri
19. Penetapan
eksekusi oleh Pengadilan Negeri
20. Pelaksanaan
Eksekusi oleh Pengadilan Negeri.
Demikianlah prosedur tentang tata cara penanganan perkara sebagaimana
diatur dalam bab VII dari Undang- Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999.
KPPU dalam menjalankan tugasnya
sebagai pengawas pelaku pelanggaran UU no 5 Tahun 1999 tidaklah sederhana. Hal
ini dapat dimaklumi mengingat KPPU sebagai lembaga yang lahir dari produk hukum
yang relatif baru dan memiliki mekanisme aturan main yang spesifik. Persoalan
yang krusial adalah apabila pelaku usaha mengajukan keberatan dan diteruskan ke
Pengadilan Negeri selalu terdapat perbedaan pendekatan dan perlakuan antara
KPPU dan Pengadilan Negeri hal ini juga dikarenakan hukum acara yang digunakan
juga berbeda (www.Solusihukum.com)
Permasalahn Klasik antara KPPU dengan Pengadilan Negeri adalah bahwa
penanganan kasus persaingan usaha selalu dikategorikan sebagai kasus prdata
yang mana berdasarkan KUHAP dalam pembuktiannya dipersidangan membutuhkan alat
bukti autentik, sehingga mereduksi dari kompleksitas kasus yang tidak sekadar
masalah perdata.
Dalam sistem hukum kita yang
merupakan konsep-konsep hukum produk civil law dimana hakim tidak lebih
dari tukang yang ditugaskan untuk menerapkan undang-undang. Rasa keadilan
masyarakat sering menjadi korban dari putusan pengadilan. Untuk mengantisipasi
disharmonisasi hukum, KPPU telah mengajukan kepada Mahkamah Agung untuk
mengeluarkan PERMA no 1 tahun 2000. Substansi dari PERMA ini pada prinsipnya
adalah melarang Pengadilan Negeri mencari Bukti dan saksi di luar laporan yang
disampaikan KPPU. ( Destivano W & Harjon Sinaga.2004: 44)
No comments:
Post a Comment